Mahasiswa Pascasarjana Unmul Samarinda
Prodi : Manajemen Pendidikan
Semester / Tahun Ademik : I / 2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan tersebut adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip yang dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan.
Salah satu prinsip tersebut adalah bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran.
Paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik. Paradigma tersebut bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan berdasarkan pergeseran paradigma tersebut, diperlukan acuan dasar bagi setiap satuan pendidikan yang meliputi serangkaian kriteria dan kriteria minimal sebagai pedoman untuk proses pembelajaran yang bersifat demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis.
Dengan mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik sebagai masukan dalam sistem pembelajaran, dan di sisi lain ada tuntutan agar proses pembelajaran mampu menghasilkan lulusan yang bermutu, maka proses pembelajaran harus dipilih, dikembangkan, dan diterapkan secara fleksibel dan bervariasi yang memenuhi kriteria minimal. Secara konseptual proses pembelajaran yang bersifat fleksibel dan bervariasi perlu diterapkan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Untuk tahap pertama, standar proses pembelajaran yang dirumuskan dalam ketentuan berikut ini difokuskan pada jalur pendidikan formal.
Pada jalur pendidikan formal, proses pembelajaran lebih banyak terjadi dalam lingkungan kelas dengan sejumlah peserta didik di bawah pembinaan seorang pendidik, atau lazim disebut sebagai kelas klasikal. Kelas klasikal ini sering disalahartikan sebagai pembelajaran konvensional yang menganggap peserta didik dalam satu kelas sebagai kelompok homogen, sehingga dapat diperlakukan secara sama untuk memperoleh hasil yang sama. Perlakuan yang seharusnya adalah bahwa peserta didik merupakan kelompok heterogen yang terdiri atas pribadi-pribadi yang mempunyai karakteristik, kondisi dan kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu mendapat perlakuan sedemikian rupa sehingga potensi masing-masing pribadi tersebut dapat berkembang secara optimal.
Pemberdayaan peserta didik agar mampu membangun diri sendiri berdasarkan rangsangan yang diperolehnya sesuai dengan taraf perkembangan psikis, fisik, sosial, dan emosional; memerlukan interaksi aktif antara pendidik dengan peserta didik, antar peserta didik, dan antara peserta didik dengan lingkungan, dalam suasana yang menyenangkan dan sesuai dengan kondisi serta nilai-nilai yang ada dalam lingkungannya.
Tidak ada satupun model proses pembelajaran yang sesuai untuk setiap mata pelajaran di dalam kelas dengan peserta didik yang beragam. Untuk itu semua pendidik harus mampu memilih, mengembangkan, dan menerapkan proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik peserta didik, serta kondisi dan situasi lingkungan. Hal ini menunjukkan posisi penting proses pembelajaran dalam menghasilkan lulusan yang bermutu.
B. Tujuan dan Manfaat
Secara umum tujuan penyusunan standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah adalah dalam rangka menjamin mutu proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, agar terlaksana proses pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Manfaat ditetapkannya standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah adalah agar dapat dijadikan sebagai:
1. Pedoman umum bagi para pendidik dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran di setiap satuan pendidikan dasar dan menengah.
2. Dasar bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pembelajaran di setiap satuan pendidikan dasar dan menengah.
3. Petunjuk bagi masyarakat atas peran sertanya dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan program pembelajaran di setiap satuan pendidikan dasar dan menengah.
Tujuan penyusunan naskah ini adalah sebagai panduan implementasi standar proses pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang akan menjadi acuan pengembangan dan implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah/madrasah.
C. Lingkup Standar Proses
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 standar proses pembelajaran meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Standar perencanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip sistematis dan sistemik. Sistematis berarti secara runtut, terarah dan terukur, mulai jenjang kemampuan rendah hingga tinggi secara berkesinambungan. Sistemik berarti mempertimbangan berbagai faktor yang berkaitan, yaitu tujuan yang mencakup semua aspek perkembangan peserta didik (pengetahuan, sikap, dan keterampilan), karakteristik peserta didik, karakteristik materi ajar yang meliputi fakta, konsep, prinsip dan prosedur, kondisi lingkungan serta hal-hal lain yang menghambat atau menunjang terlaksananya pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Standar pelaksanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip terjadinya interaksi secara optimal antara peserta didik dengan pendidik, antar peserta didik sendiri, serta peserta didik dengan aneka sumber belajar termasuk lingkungan. Untuk itu perlu diperhatikan jumlah maksimal peserta didik dalam setiap kelas agar dapat berlangsung interaksi yang efektif. Di samping itu perlu diperhatikan beban pembelajaran maksimal per pendidik dalam satuan pendidikan dan ketersediaan buku teks pelajaran bagi setiap peserta didik. Namun bila kondisi riil belum memungkinkan perlu ditentukan rasio maksimal yang dapat digunakan bersama oleh peserta didik. Mengingat bahwa proses pembelajaran bukan hanya sekedar menyampaikan ajaran, melainkan juga pembentukan pribadi peserta didik yang memerlukan perhatian penuh dari pendidik, maka diperlukan ketentuan tentang rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik. Hal ini akan menjamin intensitas interaksi yang tinggi. Pengembangan daya nalar, etika, dan estetika peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui budaya membaca dan menulis dalam proses pembelajaran. Selain itu budaya membaca dan menulis juga dapat menumbuhkan masyarakat yang gemar membaca, dan mampu mengekspresikan pikiran dalam bentuk tulisan. Pelaksanan proses pembelajaran perlu mempertimbangkan kemampuan pengelolaan kegiatan belajar. Pendidik pada setiap satuan pendidikan juga perlu mengenal masing-masing pribadi peserta didik sehingga jumlah peserta didik per kelas perlu dibatasi.
Standar penilaian hasil pembelajaran ditentukan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Teknik penilaian tersebut dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktik, dan penugasan perseorangan atau kelompok. Penilaian secara individual melalui observasi dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam satu semester. Untuk memantau proses dan kemajuan belajar serta memperbaiki hasil belajar peserta didik dapat juga digunakan teknik penilaian portofolio dan kolokium. Secara umum penilaian dilakukan atas segala aspek perkembangan peserta didik yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Standar pengawasan proses pembelajaran merupakan upaya penjaminan mutu pembelajaran bagi terwujudnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien ke arah tercapainya kompetensi yang ditetapkan. Pengawasan perlu didasarkan pada prinsip-prinsip tanggung jawab dan kewenangan, periodik, demokratis, terbuka, dan keberlanjutan. Pengawasan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Upaya pengawasan pada hakikatnya merupakan tanggung jawab bersama semua pihak yang terkait, sesuai dengan ketentuan tentang hak, kewajiban warga negara, orangtua, masyarakat, dan pemerintah.
BAB II
LANDASAN PENGEMBANGAN STANDAR PROSES
A. Landasan Yuridis
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian pembelajaran dalam UU Sisdiknas tersebut adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Bab IX UU Sisdiknas mengatur tentang perlunya ditentukan standar nasional pendidikan. Standar nasional tersebut terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) telah menjabarkan lebih lanjut ketentuan dalam UU Sisdiknas. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP yang dimaksudkan dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Tujuan standar nasional pendidikan adalah untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Dalam Bab IV Pasal 19 ayat (1) SNP ditentukan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam proses pembelajaran ditentukan pula agar pendidik memberikan keteladanan.
B. Landasan Konseptual
Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, sejak tahun 1920an telah mengumandangkan pemikiran bahwa pendidikan pada dasarnya adalah memanusiakan manusia. Untuk itu suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan demikian pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, serta menjadi anggota masyarakat yang berguna. Manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Metode pendidikan yang paling tepat adalah sistem among yaitu metode pengajaran yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Sementara itu prinsip penyelenggaraan pendidikan perlu didasarkan pada “Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani” (Tilaar, 2002).
Sejak awal sejarah perkembangan pendidikan, sebenarnya telah banyak pendapat dan cara yang dilakukan agar belajar dan mengajar dapat berlangsung dengan efektif. Pendapat dan cara mengajar tersebut dikenal dengan istilah didaktik dan metodik atau metode pengajaran. Socrates (469-399 SM) sebagai seorang sufi di Athena telah menekankan perlunya metode dialogis dengan memberikan pertanyaan yang tajam, agar peserta didik mampu membangun konsep. Selanjutnya Aristoteles (384-322 SM) lebih mengutamakan metode induktif berdasarkan pengalaman agar semua peseta didik mampu membangun pengetahuan sendiri (Thompson, 1962; Ornstein, 1981).
Jan Komensky, atau lebih dikenal dengan nama Johann Amos Comenius (1592-1670), telah menerapkan pendapatnya bahwa program pembelajaran harus bertolak dari alam sekitar, dan untuk itu diperlukan peragaan visual dan taktil dalam proses pembelajaran. Comenius juga dikenal sebagai pendidik pertama yang mengembangkan penggunaan gambar (ilustrasi) dalam buku pelajaran (Heinich, Molenda and Russell, 1989). Johann Heinrich Pestalozzi (1746-1827) menekankan perlunya perombakan sistem pembelajaran di sekolah yang menekankan pada hafalan dan ingatan. Apa yang dilakukannya adalah bahwa pembelajaran harus mengikuti perkembangan alamiah, yaitu dari konkret ke abstrak, dari lingkungan dekat ke yang jauh, dari yang mudah ke sukar, dan secara gradual ke kumulatif (Thompson, 1962; Ornstein, 1981).
Friedrich Froebel (1782-1852) yang dikenal sebagai bapak Taman Kanak-kanak, menekankan pada perlunya metode ekspresi motorik dan aktivitas diri pada anak-anak. Karena itu pada awal anak memasuki dunia pendidikan, perlu diciptakan dan dikelola lingkungan yang sesuai untuk anak-anak agar mereka mampu bermain, menyanyi, menggambar, berkarya, dan sebagainya. Pendidikan harus berlangsung dengan memperhatikan harga diri peserta didik, serta dengan memberikan keteladanan mengenai nilai-nilai luhur yang perlu dijunjung. Semua itu bermuara pada tujuan moral, sosial dan pendidikan (Thompson, 1962; Ornstein, 1981). John Dewey (1857-1952) yang dikenal sebagai bapak pendidikan di Amerika Serikat berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah memberikan kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang, melalui pengalaman dan pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif. Untuk itu metode pengajaran di sekolah perlu dikembangkan dengan permainan, konstruksi, kontak langsung dengan alam, dan penggunaan sarana untuk ekspresi dan aktivitas diri peserta didik (Dewey, 1964).
Pengaruh modernisasi yang menuntut pemerataan kesempatan pendidikan kepada lebih banyak orang dalam waktu yang lebih cepat dan biaya lebih murah, serta dengan standar hasil yang mudah diukur, telah mengakibatkan berkembangnya proses pembelajaran seperti halnya proses industri. Proses industri ini mengolah bahan baku untuk menjadi produk sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. James Munroe seperti dikutip oleh Januzowski merupakan salah satu pemuka dalam hal ini. Dialah yang menciptakan istilah educational engineering, dan menganjurkan digunakannya analogi proses industri di pabrik dengan ban berjalan di dalam sekolah. Sekolah diibaratkan sebagai pabrik, peserta didik sebagai bahan mentah, dan guru sebagai tukang yang menjalankan peralatan pabrik (Januzowski, 2001). Berdasarkan konsep tersebut proses pembelajaran diarahkan pada terjadinya transfer pengetahuan dari pendidik ke peserta didik melalui kegiatan menghafal dan mengingat. Pendekatan ini jelas telah mengabaikan harga diri dan kepentingan peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya.
Tuntutan untuk melakukan pembaharuan yang sesuai dengan harkat peserta didik sebagai pribadi, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah melahirkan suatu cabang disiplin keilmuan yang relatif baru dan semula dikenal sebagai didaktik & metodik menjadi teknologi pembelajaran. Teknologi pembelajaran didefinisikan sebagai teori dan praktik dalam perancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi proses dan sumber untuk keperluan belajar (Seels dan Richey, 1994).
Dalam bidang teknologi pembelajaran telah dikembangkan sejumlah teori dan praktik pembelajaran yang bersifat preskriptif, misalnya teori pembelajaran elaborasi, pembelajaran pengorganisasian awal, algoheuristik, pembelajaran inkuiri, dan pemaparan komponen. Metaanalisis atas teori-teori pembelajaran tersebut menurut Reigeluth dan Merrill berpijak pada kerangka teoretik seperti tampak dalam gambar berikut. Teori pembelajaran yang bersifat preskriptif menurut Reigeluth, secara umum dapat dirumuskan dengan pernyataan: Agar supaya hasil pembelajaran dapat dikuasai seperti yang diharapkan, dan dengan mempertimbangkan kondisi pembelajaran yang ada, maka perlu diberikan perlakuan pembelajaran tertentu.
Kondisi Pembelajaran | | Karakteristik Pelajaran | Karakteristik Siswa | |
| Tujuan | Hambatan | ||
| ||||
Perlakuan Pembelajaran | | Pengorganisasian bahan ajaran | Strategi penyampaian | Pengelolaan kegiatan |
| ||||
| ||||
Hasil Pembelajaran | | Efektifitas, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran |
Gambar 1 : Kerangka Teori Pembelajaran (diadaptasi dari Reigeluth, 1983, p. 19)
Mengingat bahwa pendidikan itu merupakan suatu sistem dengan komponen-komponen yang saling berkaitan, maka keseluruhan sistem harus sesuai dengan ketentuan yang diharapkan atau standar. Untuk itu masing-masing komponen dalam sistem harus pula sesuai dengan standar yang ditentukan bersama. Sistem tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2: Sistem Pembelajaran Ditinjau dari Standar Proses Pembelajaran
Dalam gambar sistem pembelajaran tersebut dapat dilihat arti penting proses pembelajaran. Karena betapa baiknya masukan berupa peserta didik, serta masukan instrumental berupa isi, tenaga, sarana & prasarana, biaya dan pengelolaan, tergantung pada proses pembelajaran untuk menghasilkan kompetensi lulusan yang bermutu, serta berdampak positif terhadap lingkungan.
Pada awal perkembangan pendidikan, masyarakatlah yang lebih berperan dalam menentukan standar tersebut. Dalam sejarah pendidikan pesantren – sebagai bentuk pendidikan tertua di Indonesia – masyarakat menentukan apakah lulusan pendidikannya bermutu dengan memberikan tugas dan penghargaan kepada mereka. Namun sekarang pemerintah lebih berperan dalam menentukan standar mutu tersebut.
Standar yang langsung berkaitan dengan proses adalah standar kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran yang antara lain meliputi kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik ini merupakan kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Lembaga pendidikan dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Secara konseptual, indikator mutu poses pembelajaran diartikan secara beragam, tergantung pada situasi dan lingkungan. Penelitian yang dilaksanakan oleh Conect di Amerika Serikat, yang hasilnya divalidasikan oleh the Center for Reseach on Educational Policy dari University of Memphis pada tahun 2005, menunjukkan adanya sejumlah indikator kualitas pembelajaran (instructional quality indicators), yang dikelompokkan ke dalam 10 kategori, yaitu: (1) lingkungan fisik yang kaya dan merangsang, (2) iklim kelas yang kondusif untuk belajar, (3) harapan jelas dan tinggi para peserta didik, (4) pembelajaran yang koheren dan berfokus, (5) wacana ilmiah yang merangsang pikiran, (6) belajar otentik, (7) asesmen diagnostik belajar yang teratur, (8) membaca dan menulis sebagai kegiatan regular, (9) pemikiran matematis, dan (10) penggunaan teknologi secara efektif. Kesepuluh kategori tersebut dijabarkan lagi menjadi 42 indikator.
National Education Association di Amerika Serikat merumuskan enam kunci untuk keunggulan (keys to exellence) yang dijabarkan lebih lanjut menjadi 35 indikator kualitas sekolah (indicators of a quality school). Keenam kunci keunggulan tersebut adalah: (1) pemahaman bersama dan komitmen terhadap tujuan yang tinggi, (2) komunikasi terbuka dan kolaborasi dalam memecahkan masalah, (3) penilaian belajar dan pembelajaran secara terus menerus, (4) belajar pribadi dan profesional, (5) sumber-sumber untuk menunjang belajar dan pembelajaran, serta (6) kurikulum dan pembelajaran.
European Commission yang merupakan perwakilan dari 28 negara Eropa, melaporkan kualitas pendidikan sekolah (quality of school education) yang meliputi 16 indikator kualitas yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu: (1) pencapaian belajar, (2) keberhasilan dan transisi, (3) monitoring pendidikan, serta (4) sumber dan struktur.
Berdasarkan berbagai pengkajian, konsep mutu pembelajaran dapat disimpulkan mengandung lima rujukan, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektivitas, efisiensi dan produktivitas pembelajaran. Rujukan kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik peserta didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan tuntutan zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan/atau nilai baru dalam pendidikan.
Pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat; indikatornya meliputi di antaranya: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti, isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa, kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan, pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat, keterandalan yang tinggi, terutama karena kinerja lembaga dan lulusannya yang menonjol, keanekaragaman sumber, baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar, dan suasana yang akrab, hangat, dan merangsang.
Efektivitas pembelajaran seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pemelajar, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah).
Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau dapat dikatakan sebagai mengerjakan sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung meliputi: merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model yang mengacu pada kepentingan, kebutuhan dan kondisi peserta didik, pengorganisasian kegiatan belajar dan pembelajaran yang rapi, misalnya lingkungan atau latar yang diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas seimbang, serta pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan, pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha inovatif yang merupakan penghematan, seperti misalnya pembelajaran jarak-jauh dan pembelajaran terbuka yang tidak mengharuskan pembangunan gedung dan mengangkat tenaga pendidik yang digaji secara tetap. Inti dari efisiensi adalah mempertimbangkan berbagai faktor internal maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.
Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan mengingat ke menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam proses pembelajaran (dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar), peningkatan intensitas interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau gabungan ketiganya dalam kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang lebih baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan lebih banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya angka putus sekolah.
C. Landasan Empirik
Proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan harapan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya mutu pendidikan. Berbagai masukan lain di antaranya kondisi peserta didik (kesehatan, kebugaran, dan lain-lain), kualitas pendidik, kurikulum, terbatasnya anggaran, terbatasnya sarana, dan sebagainya, merupakan faktor yang tekait erat dengan mutu. Kesemuanya itu memerlukan dukungan legalitas sebagai pedoman standar.
Pada awal PELITA I pemerintah telah mengambil kebijakan untuk digunakannya siaran radio dan televisi – sebagai upaya jalan pintas dalam meningkatkan mutu pendidikan secara cepat dan meluas. Namun kebijakan tersebut tidak dapat terwujudkan karena kurangnya komitmen. Pada tahun 1975 dilakukan pembaharuan kurikulum, yang antara lain mengharuskan para guru untuk merencanakan kegiatan mengajarnya dengan menggunakan model PPSI (prosedur pengembangan sistem instruksional) yang distandarkan untuk semua matapelajaran. Bukan semata-mata kesalahan guru kalau tidak dapat menerapkan standar tersebut, tetapi juga kesalahan konseptual yang menganggap bahwa satu model pembelajaran dapat berlaku bagi semua pelajaran.
Hingga saat ini proses pembelajaran belum dapat berlangsung secara efektif. Selama ini masih banyak digunakan paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dan belum banyak memberikan peran yang lebih besar kepada peserta didik. Kurikulum yang banyak digunakan, bahkan yang dikembangkan pada tahun 2004 untuk uji coba, masih bersifat sarat isi, dan karena itu menyiratkan agar peserta didik menghafalkan isi pelajaran. Hal ini berarti bahwa pembelajaran hanya mampu mencapai tujuan belajar tahap awal atau rendah, dan menghalangi terbentuknya kemampuan untuk memecahkan masalah dan mencipta. Penyajian pelajaran oleh guru kebanyakan bersifat verbal dan karena itu lebih banyak merangsang belahan otak kiri, sementara rangsangan terhadap belahan otak kanan dengan pendekatan visual, holistik dan kreatif kurang mendapat perhatian. Kegiatan belajar dan pembelajaran lebih banyak berfokus pada penguasaan atas isi buku teks. Semua hal ini telah menyebabkan belajar yang membosankan dan mematikan kreativitas peserta didik.
Usaha untuk mengembangkan model praktik pembelajaran seperti PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) di SD/MI atau Kontekstual di SMP/MTs memang telah dicanangkan sejak tahun 2002. Namun belum seluruhnya dapat diwujudkan, karena tidak disertai dengan dukungan legalitas dan belum didukung penataran secara komprehensif. Demikian pula berbagai pendekatan pembelajaran lain seperi misalnya pembelajaran kooperatif, pembelajaran beregu, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran dengan pemetaan konsep, pembelajaran mandiri dengan modul dan paket belajar, pembelajaran berbantuan komputer, pembelajaran dengan menggunakan internet, dan pembelajaran dengan aneka sumber, sudah diperkenalkan namun masih bersifat sporadis dan kurang mendapat dukungan meluas dalam pelaksanaan di lapangan.
Pembaharuan proses pembelajaran telah dikembangkan pada sejumlah sekolah di sejumlah daerah yang dianggap merupakan titik-titik kritis untuk penyebarannya melalui proyek-proyek pembangunan. Proyek-proyek tersebut kebanyakan mendapat bantuan teknis dan pembiayaan secara bilateral maupun multilateral, seperti misalnya proyek peningkatan mutu melalui pengembangan Madrasah model dengan bantuan dari Bank Pembangunan Asia; proyek pengelolaan pendidikan dasar yang bertujuan meningkatkan mutu dan efisiensi pengelolaan pendidikan dasar dalam rangka desentralisasi pemerintahan; proyek desentralisasi pendidikan dasar melalui tiga komponen yang terintegrasi, yaitu desentralisasi manajemen dan tatakelola, peningkatan mutu belajar dan pembelajaran, dan peningkatan kompetensi peserta didik yang relevan dengan dunia kerja dan kecakapan hidup (kedua proyek itu didukung oleh bantuan teknis USAID); dan peningkatan kemampuan dalam belajar sains yang didukung dengan bantuan pemerintah Jerman.
Di samping itu juga telah dikembangkan sekolah-sekolah unggulan pada sebagian besar daerah, sekolah koalisi yang menjalin kerjasama dengan berbagai sekolah di dalam maupun luar negeri, sekolah-sekolah laboratorium yang dibina oleh LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), dan sekolah-sekolah swasta yang mengarahkan lulusannya untuk memenuhi standar regional dan atau internasional. Semua usaha pembaharuan tersebut memang sudah dapat dikatakan melebihi standar minimal proses pembelajaran. Pelajaran dan pengalaman yang telah dilakukan oleh sekolah-sekolah tersebut perlu dikaji kemungkinannya untuk diimbaskan pada sekolah-sekolah lain, sesuai dengan kemampuannya.
Pembelajaran seharusnya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif dalam suasana yang menyenangkan, menggairahkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk semua itu, maka diperlukan adanya standar proses pembelajaran yang berlaku secara nasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional serta memperoleh dukungan dari masyarakat.
BAB III
IMPLEMENTASI STANDAR PROSES UNTUK
SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester.
Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
A. Perencanaan Proses Pembelajaran
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
1) Silabus
Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Contoh silabus tercantum pada Contoh 1 sebagai berikut.
2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru dapat merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP adalah sebagai berikut.:
1. Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
2. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
4. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
5. Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
6. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
7. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.
8. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
9. Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
10. Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.
11. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
3) Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.
3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
5. Keterkaitan dan keterpaduan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Contoh rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tercantum pada Contoh 2 sebagai berikut.
. Beban kerja minimal guru
a. beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan,
b. beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
3. Buku teks pelajaran
a. buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh sekolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku-buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri,
b. rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per mata pelajaran,
c. selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku panduan guru, buku pengayaan, buku referensi dan sumber belajar lainnya,
d. guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada di perpustakaan sekolah/madrasah.
4. Pengelolaan kelas
a. guru mengatur tempat duduk sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan,
b. volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik,
c. tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik,
d. guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar peserta didik,
e. guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan kepatuhan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran,
f. guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung,
g. guru menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi,
h. guru menghargai pendapat peserta didik,
i. guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi,
j. pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang diampunya,
k. guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.
2) Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran,
b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari,
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai,
d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi (I2M3) peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Pembelajaran interaktif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjalin kerjasama yang bermakna dengan teman dan guru.
Pembelajaran inspiratif adalah pembelajaran yang mendorong dan memicu peserta didik untuk mencaritemukan hal-hal yang baru dan inovatif.
Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam suasana tanpa tekanan, bebas, terlibat secara psikis dan fisik.
Pembelajaran yang menantang adalah pembelajaran dimana peserta didik diperhadapkan pada masalah, persoalan-persoalan dilematis, yang jawabannya membutuhkan kreativitas dan kemungkinan-kemungkinan baru sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
Pembelajaran yang memotivasi adalah pembelajaran yang mendorong dan memberi semangat pada peserta didik untuk mencapai prestasi, berkompetisi, berani mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri dengan materi pembelajaran.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Eksplorasi adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencaritemukan berbagai informasi, pemecahan masalah, dan inovasi.
Elaborasi adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri melalui berbagai kegiatan dan karya yang bermakna.
Konfirmasi adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan bagi peserta didik untuk dinilai, diberi penguatan dan diperbaiki secara terus-menerus.
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber,
2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain,
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya,
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran,
5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.
2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis,
3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut,
4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif,
5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar,
6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok,
7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok,
8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan,
9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,
3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
a. berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar,
b. membantu menyelesaikan masalah,
c. memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi,
d. memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh,
e. memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran,
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram,
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran,
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik,
e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
3) Proses Pembelajaran di dalam Lingkungan Sekolah
Kegiatan ini diarahkan untuk pembentukan iklim sekolah yang kondusif melalui keteladanan pendidik dan tenaga kependidikan sehingga terwujud interaksi edukatif yang memungkinkan terjadinya internalisasi nilai, dan secara kumulatif akan bermuara pada terbentuknya akhlak mulia dan kepribadian luhur peserta didik.
Sebagai bagian dari kegiatan tersebut di atas, peserta didik juga mengalami proses pembelajaran melalui kegiatan pengembangan diri. Dalam hal ini, pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, dan iklim sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh guru, konselor, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan kepramukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Oleh karena itu, penilaian kegiatan pengembangan diri lebih ditekankan pada menilai keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan pengembangan diri yang dipilihnya. Keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang ditandatangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah/madrasah.
C. Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.
D. Pengawasan Proses Pembelajaran
1) Pemantauan
1. Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan dokumentasi.
3. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
2) Supervisi
1. Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi.
3. Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
3) Evaluasi
1. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
a. membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses,
b. mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.
3. Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
4) Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan.
5) Tindak lanjut
1. Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar.
2. Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum memenuhi standar.
3. Guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataran lebih lanjut.
DAFTAR RUJUKAN
Dewey, John. Democracy in Education. New York: The Macmillan Co., 1964.
Heininch, Robert, Michael Molenda and Jame Russell. Instructional Media and the New Technologies of Instruction. New York: Macmillan Publishing Co., 1989.
http://www.newhorizons.org/trans/nea_keys.htm
http://www.co-nect.net
Januzowski, Allan. Educational Technology: The Development of a Concept. Englewood, NJ: Libraries Unlimited Inc., 2001.
Ornstein, Allan C. and Daniel U. Levie. Foundations of Education. Boston, MA: 1981.
Reigeluth, Charles M. (ed). Instructional Theories in Action. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, 1987.
_______. Instructional Design Theories and Models. Vol. I. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, 1993.
Tilaar, H.A.R. Perubahan Sosial dan Pendidikan Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo, 2002.
Thompson, M.M. The History of Education. New York: Barnes and Noble, Inc., 1962.
GLOSARIUM
afektif | : | Berkaitan dengan sikap, perasaan dan nilai. |
alam takambang jadi guru | : | Menjadikan alam dalam lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, tempat berguru. |
beban kerja guru | : | 1. Sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dalam satu minggu, mencakup kegiatan pokok merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan (Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Pasal 35 ayat 1 dan 2). 2. Beban maksimal dalam mengorganisasikan proses belajar dan pembelajaran yang bermutu : SD/MI/SDLB 27 jam @ 35 menit, SMP/MTs/SMPLB 18 jam @ 40 menit, SAM/MA/SMK/MAK/SMALB 18 jam @ 45 menit (Standar Proses). |
belajar | : | Perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya. |
belajar aktif | : | Kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksi rangsangan, dan memecahkan masalah. |
belajar mandiri | : | Kegiatan atas prakarsa sendiri dalam menginternalisasi pengetahuan, sikap dan keterampilan, tanpa tergantung atau mendapat bimbingan langsung dari orang lain. |
budaya membaca menulis | : | Semua kegiatan yang berkenaan dengan kemampuan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis). Proses penulisan dilakukan dengan keterlibatan peserta didik dengan tahapan kegiatan: pra penulisan, buram 1, revisi, buram 2, pengecekan tanda baca, dan terakhir publikasi di mana peserta didik menentukan karyanya dimuat di buku kelas, mading, majalah sekolah, atau majalah yang ada di daerah setempat. |
daya saing | : | Kemampuan untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. |
eksplorasi | : | Serangkaian kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencaritemukan berbagai informasi, pemecahan masalah, dan inovasi. |
elaborasi | : | Serangkaian kegiatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri melalui berbagai kegiatan dan karya yang bermakna. |
indikator kompetensi | : | Bukti yang menunjukkan telah dikuasainya kompetensi dasar |
klasikal | : | Cara mengelola kegiatan belajar dengan sejumlah peserta didik dalam suatu kelas, yang memungkinkan belajar bersama, berkelompok dan individual. |
kognitif | : | Berkaitan dengan atau meliputi proses rasional untuk menguasai pengetahuan dan pemahaman konseptual. Periksa taksonomi tujuan belajar kognitif. |
kolaboratif | : | Kerjasama dalam pemecahan maalah dan atau penyelesaian suatu tugas dimana tiap anggota melaksanakan fungsi yang saling mengisi dan melengkapi. |
kolokium | : | Suatu kegiatan akademik dimana seseorang mempresentasikan apa yang telah dipelajari kepada suatu kelompok atau kelas, dan menjawab pertanyaan mengenai presentasinya dari anggota kelompok atau kelas. |
kompetensi | : | 1. Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. 2. Keseluruhan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dinyatakan dengan ciri yang dapat diukur. |
kompetensi dasar (KD) | : | Kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif. |
konfirmasi | : | Serangkaian kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan bagi peserta didik untuk dinilai, diberi penguatan dan diperbaiki secara terus-menerus. |
kooperatif | : | Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok demi untuk kepentingan bersama (mutual benefit). |
metakognisi | : | Kognisi yang lebih komprehensif, meliputi pengetahuan strategik (mampu membuat ringkasan, menyusun struktur pengetahuan), pengetahuan tentang tugas kognitif (mengetahui tuntutan kognitif untuk berbagai keperluan), dan pengetahuan tentang diri (Briggs menggunakan istilah “prinsip”). |
paradigma | : | Cara pandang dan berpikir yang mendasar. |
pembelajaran | : | (1) Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas); (2) Usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna. Usaha ini merupakan kegiatan yang berpusat pada kepentingan peserta didik. |
pembelajaran berbasis masalah | : | Pengorganisasian proses belajar yang dikaitkan dengan masalah konkret yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin keilmuan atau mata pelajaran. Misalnya masalah “bencana alam” yang ditinjau dari pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan Agama. |
pembelajaran berbasis proyek | : | Pengorganisasian proses belajar yang dikaitkan dengan suatu objek konkret yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin keilmuan atau mata pelajaran. Misalnya objek “sepeda” yang ditinjau dari pelajaran Bahasa, IPA, IPS, dan Penjasorkes. |
pembelajaran interaktif | : | Pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjalin kerjasama yang bermakna dengan teman dan guru. |
pembelajaran inspiratif | : | Pembelajaran yang mendorong dan memicu peserta didik untuk mencaritemukan hal-hal yang baru dan inovatif. |
pembelajaran yang menyenangkan | : | Pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam suasana tanpa tekanan, bebas, terlibat secara psikis dan fisik. |
pembelajaran yang menantang | : | Pembelajaran dimana peserta didik diperhadapkan pada masalah, kemungkinan-kemungkinan baru, persoalan-persoalan dilematis, dan paradoks sesuai dengan tingkat usianya. |
pembelajaran yang memotivasi | : | Pembelajaran yang mendorong dan memberi semangat pada peserta didik untuk mencapai prestasi, teknik, berani mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri, dan berkompetisi. |
penilaian otentik | : | Usaha untuk mengukur atau memberikan penghargaan atas kemampuan seseorang yang benar-benar menggambarkan apa yang dikuasainya. Penilaian ini dilakukan dengan berbagai cara seperti tes tertulis, kolokium, portofolio, unjuk kerja, unjuk tindak (berdikusi, berargumentasi, dan lain-lain), observasi dan lain-lain. |
portofolio | : | Suatu berkas karya yang disusun berdasarkan sistematika tertentu, sebagai bukti penguasaan atas tujuan belajar. |
prakarsa | : | Daya atau kemampuan seseorang atau lembaga untuk memulai sesuatu yang berdampak positif terhadap diri dan lingkungannya. |
reflektif | : | Berkaitan dengan usaha untuk mengolah atau mentransformasikan rangsangan dari penginderaan dengan pengalaman, pengetahuan, dan kepercayaan yang telah dimiliki. |
remedi | : | Usaha pengulangan pembelajaran dengan cara yang lain setelah dilakukan diagnosa masalah belajar. |
sistematik | : | Usaha yang dilakukan secara berurutan agar tujuan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. |
sistemik | : | Holistik: cara memandang segala sesuatu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas. |
standar isi (SI) | : | Ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (PP No. 19 Tahun 2005). |
standar kom-petensi (SK) | : | Ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan secara efektif. |
standar kompetensi lulusan (SKL) | : | Ketentuan pokok untuk menunjukkan kemampuan melaksanakan tugas atau pekerjaan setelah mengikuti serangkaian program pembelajaran. |
strategi | : | Pendekatan menyeluruh yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dan biasanya dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori tertentu. |
sumber belajar | : | Segala sesuatu yang mengandung pesan, baik yang sengaja dikembangkan atau yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengalaman dan atau praktik yang memungkinkan terjadinya belajar. Sumber belajar dapat berupa narasumber, buku, media non-buku, teknik dan lingkungan. |
taksonomi tujuan belajar kognitif | : | (1) Meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (Benjamin Bloom dkk, 1956). (2) Terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuan yang terdiri atas faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi, dan dimensi proses kognitif yang meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta (Lorin W. Anderson dkk, 2001, sebagai revisi dari taksonomi Bloom dkk.). |
tematik | : | Berkaitan dengan suatu tema yang berupa subjek atau topik yang dijadikan pokok pembahasan. Contoh: pembelajaran tematik di kelas I SD dengan tema ”Aku dan Keluargaku”. Tema tersebut dijadikan dasar untuk berbagai mata pelajaran, termasuk Bahasa Indonesia, Agama, Matematika dan lain-lain. |